Insyaa’ Allah, hari ini kita akan diskusi mengenai cara mengobati hati kita dari penyakit riya’. Seperti yang kita tahu bahwa riya’ adalah salah satu perusak amal dan tergolong dalam kesyirikan. Dan karena memamerkan ibadah atau melakukan riya’, amalan seseorang jadi sia-sia. Makanya, penting banget nih buat kita ngediskusiin hal ini. Semoga dengan adanya diskusi kita hari ini, kita bisa terhindari dari penyakit riya’ dan senantiasa jadi pribadi yang lebih baik lagi yaa, aamiin Allahumma aamiin 🙂
Kalau yang arsa tau, riya’ itu sebenernya apa sih?
Riya’ diambil dari kata ru’yah (melihat), secara bahasa riya’ artinya memperlihatkan kepada orang lain sesuatu yang berbeda dengan yang ada padanya.
menurut istilah syara’ (agama), para ulama memberikan definisi-definisi yang berbeda, namun intinya sama. Yaitu: Seorang hamba yang melakukan ibadah yang seharusnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak meniatkannya untuk Allâh Azza wa Jalla , bahkan untuk tujuan duniawi.
menurut istilah syara’ (agama), para ulama memberikan definisi-definisi yang berbeda, namun intinya sama. Yaitu: Seorang hamba yang melakukan ibadah yang seharusnya untuk mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla , tetapi dia tidak meniatkannya untuk Allâh Azza wa Jalla , bahkan untuk tujuan duniawi.
btw, dhita ambil referensi dari musli.or.id, almanhaj, nu online, rumaysho
Al-Izz bin Abdus Salam rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan amal ibadah untuk meraih tujuan dunia, mungkin mencari manfaat duniawi, atau pengagungan, atau penghormatan”. [Qawa’idul Ahkâm 1/147]
Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Hakikat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah, asalnya mencari kedudukan di hati manusia”. [Tafsir al-Qurthubi 20/212]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Riya’ adalah menampakkan ibadah karena niat dilihat manusia, lalu mereka akan memuji pelaku ibadah tersebut”. [Fathul Bari 11/136]
Intinya, Riya’ adalah menampakkan ibadah dengan maksud agar dilihat orang lain. Jadi riya’ berarti melakukan amalan tidak ikhlas karena Allah, karena yang dicari adalah pandangan, sanjungan, dan pujian manusia, bukan balasan murni di sisi Allah.
Sum’ah
Sum’ah merupakan perbuatan menonjolkan ibadah agar didengar oleh orang atau menyebutkan amal yang dikerjakan agar orang-orang memujinya. Seperti seseorang yang melakukan suatu amalan di malam hari, lalu di pagi atau siang harinya, dia ceritakan kepada teman-temannya.
Jadi, perbedaan antara riya’ dengan sum’ah adalah bahwa riya’ itu berkaitan dengan ibadah yang ingin dilihat orang. Adapun sum’ah berkaitan dengan ibadah yang ingin didengarkan orang.
Riya’ dan semua derivatnya merupakan perbuatan dosa dan merupakan sifat orang-orang munafik. Penyakit inilah yang banyak menimpa seseorang ketika beribadah. Padahal riya’ ini benar-benar Nabi khawatirkan. Seperti disebutkan dalam hadits:
Dari Mahmud bin Labid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik ashgor adalah) riya’. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?’ (HR. Ahmad 5: 429. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Syirik terbagi menjadi syirik akbar (besar) dan syirik ashgor (kecil). Syirik akbar adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam hal yang menjadi kekhususan bagi Allah. Syirik ashgor adalah sesuatu yang dalam dalil disebut syirik namun tidak mencapai derajat syirik akbar.
dalam hadits tadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung memaksudkan syirik ashgor adalah riya’. Namun, riya’ ini adalah salah satu contoh syirik ashgor.
Tingkatan Riya
Terus, ada tingkatan2 riya berdasarkan keterangan dari Syaikh Sholeh Alu Syaikh
Pertama, riya’ orang munafik, yaitu menampakkan Islam dan menyembunyikan kekafiran. Ia menampakkan keislaman, Islamnya hanya kepura-puraan di hadapan manusia. Ini adalah bentuk munafik dalam tauhid dan menghilangkan iman secara total. Perbuatan ini termasuk dalam kufur akbar (kafir besar). Allah menyifati orang munafik seperti ini dalam QS. An Nisaa’: 142
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisa’: 142).
Yang dimaksud riya’ di sini adalah riya’ akbar (riya’ besar), yaitu menampakkan keislaman, menyembunyikan kekafiran dalam batin.
Kedua, riya’ yang dilakukan oleh seorang muslim. Riya’ di sini dilakukan dengan maksud menampakkan amalan di hadapan orang lain. Ini termasuk syirik khofi, yaitu syirik yang tersembunyi (tidak nampak). Syirik ini meniadakan kesempurnaan tauhid. Allah Ta’ala mengatakan mengenai syirik,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. ” (QS. An Nisa’: 48).
Ayat “sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik“, termasuk juga di dalamnya syirik khofi (syirik yang tersembunyi), begitu pula syirik ashgor. Artinya, jika tidak bertaubat dari riya’ hingga mati, syirik tersebut akan masuk dalam timbangan kejelekan.
Syirik Khafi adalah syirik yang tersembunyi. Syirik ini bersumber dalam hati seseorang, bisa saja berupa niatan semata atau memang kepercayaan namun tak ditunjukkan oleh perbuatan (hanya di dalam hari), misalnya riya’ yang tersembunyi dalam hati.
Penjelasan di atas menunjukkan akan bahayanya mencari pujian dalam beramal. Namun demikianlah tidak sedikit yang senang akan pujian saat beribadah.
Padahal riya’ yang samar dapat membahayakan ibadah seorang muslim. Dan perlu diketahui bahwa riya’, ternyata lebih berbahaya dari musibah Dajjal yang akan muncul di akhir zaman. Karena Dajjal bisa dilihat dan nyata. Namun amalan yang riya’, tak ada satu pun yang tahu pelakunya itu riya’ karena riya’ adalah di hati dan tersembunyi.
Abu Sa’id Al Khudri pernah berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dan kami sedang mengingatkan akan (bahaya) Al Masih Ad Dajjal. Lantas beliau bersabda, “Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih samar bagi kalian menurutku dibanding dari fitnah Al Masih Ad Dajjal?” “Iya”, para sahabat berujar demikian kata Abu Sa’id Al Khudri. Beliau pun bersabda, “Syirik khofi (syirik yang samar) di mana seseorang shalat lalu ia perbagus shalatnya agar dilihat orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 4204, hasan).
Semoga kita senantiasa beramal dengan ikhlas. Dan semoga kita dijauhkanlah dari riya’ dan setiap syirik yang tersembunyi. Aamiin.
Keharaman Riya
Riya ini dibahas di bab 288 riyadus shalihin mengenai Haramnya Riya. Nah di bab ini tuh, buku membahas lebih ke arah penegasan bahwa riya itu gak boleh.
Beberapa dalil Al-Quran yang membahas mengenai riya ada dalam Surat Al-Baqarah 264 dan An-Nisaa 142.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. QS. Al-Baqarah Ayat 264
…. Mereka bermaksud ria (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. QS. An-Nisa’ Ayat 142
Dari dua surat tersebut saja sudah jelas bahwa riya merupakan hal yang dilarang dan tidak disukai oleh Allah. Termasuk di dalamnya bersifat merusak.
Lalu ada juga hadits qudsi, HR. Muslim, Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman:
“Aku adalah Zat yang Maha Kaya dan paling tidak membutuhkan sekutu, oleh sebab itu barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang dia mempersekutukan sesuatu dengan-Ku di dalam amalnya itu maka pasti Aku akan telantarkan dia bersama kesyirikannya itu.” (HR. Muslim)
Dalam mutiara hadits pada bab tersebut disebutkan bahwa riya ini merupakan syirik yang samar. Riya enggak membatalkan akar iman, tapi riya membatalkan pahala-pahala amal yang disertai dengan riya.
Lalu ada hadits yang cukup menegangkan buat Saya. Karena pada hadits ini menjelaskan bahwa perbuatan riya itu bisa memasukkan seseorang ke dalam neraka.
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya orang pertama yang diadili pada hari kiamat ialah seorang laki-laki yang mati syahid, nikmat-nikmatnya dihadapkan kepadanya maka ia mengenalinya. Allah bertanya: Apa yang engkau lakukan dengannya? Ia menjawab: Saya berperang di jalan-Mu sampai saya mati syahid. Allah berfirman: Engkau bohong, tetapi engkau berperang supaya disebut sebagai pemberani dan sudah disebut begitu. Lalu ia diperintahkan, maka ditariklah ia di atas wajahnya lalu dicampakkanlah ia ke dalam neraka.
Dan seorang laki-laki yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya dan ia membaca al-Quran. Lalu didatangkanlah ia dan dihadapkanlah kenikmatan-kenikmatannya sehingga ia mengenalinya. Allah bertanya: Apa yang engkau lakukan dengannya? Ia menjawab: Saya mempelajari ilmu dan mengajarkannya dan saya membaca al-Quran di jalan-Mu. Allah menjawab: Engkau bohong, tetapi engkau mempelajari ilmu supaya disebut sebagai seorang ilmuwan dan engkau membaca al-Quran supaya disebut sebagai seorang qari dan sudah disebut begitu. Lalu ia diperintahkan, maka ditariklah ia di atas wajahnya lalu dicampakkanlah ia ke dalam neraka.
Dan seorang laki-laki yang dilapangkan dan diberi berbagai macam harta kekayaan oleh Allah. Lalu didatangkanlah ia dan dihadapkanlah kenikmatan-kenikmatannya sehingga ia mengenalinya. Allah bertanya: Apa yang engkau lakukan dengannya? Ia menjawab: Tidak ada jalan yang Engkau suka untuk saya berinfak di dalamnya melainkan saya telah berinfak untuk-Mu. Allah berfirman: Engkau bohong, tetapi engkau melakukan hal itu supaya disebut dermawan dan sudah disebut begitu. Lalu ia diperintahkan, maka ditariklah ia di atas wajahnya lalu dicampakkanlah ia ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
Hadits tersebut menerangkan peringatan akan riya, amal yang pertama kali dihakimi pada hari kiamat adalah riya. Dari sini pula, kita dapat mengetahui bahwa amal lahiriah tidak cukup untuk mendapatkan keselamatan akhirat, namun perlu ada keikhlasan dan niat mencari ridha Allah.
Dan saya sebutkan satu lagi hadits yang berkaitan dengan keharaman riya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 3664).
Hadits ini memiliki hikmah bahwa ketika kita mencari ilmu tidak boleh untuk membatasi hanya untuk sesuatu yang fana dan rendah, padahal ada sesuatu yang lebih baik yakni mencari ridha Allah.
dari penjelasan di atas, maka kita bisa simpulkan kalau lawan dari riya’ adalah????
Ikhlas
Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah tentang ikhlas,
“Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.”
Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya’. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan hadits qudsi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah berfirman:
“Aku tidak menerima tujuan lain dalam beramal, barangsiapa melakukan satu amal perbuatan dan memiliki tujuan lain selain ridha-Ku, maka Aku akan meninggalkannya dan tidak menerimanya” (HR Muslim)
Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
- Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
- Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
- Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
Ada empat definisi dari ikhlas berdasarkan perkataan ulama, yaitu:
- Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
- Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
- Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
- Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.
kamu tau gak ada perbuatan yang disangka riya tapi bukan riya?
Ada yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Bagaimana pendapatmu dengan orang yang melakukan suatu amalan kebaikan, lalu setelah itu dia mendapatkan pujian orang-orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Itu adalah berita gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan.” HR. Muslim no. 2642, dari Abu Dzar.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini pertanda bahwa Allah ridho dan mencintainya. Akhirnya makhluk pun turut menyukai orang tersebut.”
terus gimana sih caranya biar kita bisa ikhlas?
- Mendalami ilmu ikhlas dan riya’.
- Mengenal nama dan sifat Allah dan lebih mendalami tauhid.
- Selalu memohon kepada Allah agar dimudahkan untuk ikhlas dalam setiap amalan.
- Berpikir bahwa dunia ini akan fana.
- Takut mati dalam keadaan su’ul khotimah (akhir yang jelek) dan takut terhadap siksa kubur.
- Memikirkan kenikmatan surga bagi orang-orang yang berbuat ikhlas.
- Mengingat siksa neraka bagi orang-orang yang berbuat riya’.
- Takut akan terhapusnya amalan karena riya’.
- Semangat dalam menyembunyikan amalan, rutin dalam melakukan shalat malam dan puasa sunnah.
- Meninggalkan rasa tamak pada apa yang ada pada manusia.
- Memiliki waktu untuk mengasingkan diri dan menyendiri untuk beramal.
- Bersahabat dengan orang-orang shalih yang selalu ikhlas dalam amalannya.
- Membaca kisah-kisah orang yang berbuat ikhlas.
- Sering muhasabah atau introspeksi diri.
- Mengingat bahwa setan tidak akan mengganggu orang-orang yang berusaha untuk ikhlas.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menjadi orang-orang yang berbuat ikhlas dalam beramal. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Jika kita melakukan shalat, maka kita lakukan karena Allah. Jika kita bersedekah, maka kita bersedekah karena Allah. Jika kita perindah akhlak, kita lakukan itu karena Allah. Jika kita belajar ilmu agama, maka juga karena Allah. Jika kita mengajarkan ilmu agama, maka kita mengajar karena Allah. Jika kita menaati Allah, maka kita taat karena semata-mata ingin meraih ridha-Nya. Jika kita melakukan itu semua bukan karena Allah melainkan karena tujuan-tujuan lain, maka sia-sialah umur kita dan alangkah ruginya waktu kita.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari syirik dan riya’, serta menunjukkan kita agar selalu ikhlas pada-Nya.
-
Previous Post
Istiqomah